Konsep Islam Nusantara yang dimunculkan oleh sebagian kalangan Muslim di Indonesia, menekankan moderatisme sebagai ciri utamanya. Para pengusungnya mengklaim, konsep Islam Nusantara jauh dari ekstrimisme dan anti dengan kekerasan.
Lalu, bagaimana Islam memandang moderatisme dan kekerasan itu sendiri?
Sejarawan Islam, Ustadz Tiar Anwar menegaskan Islam secara prinsip memang menolak ekstrimisme (ghulluw: berlebihan dalam agama). Akan tetapi, menurut dia, Islam masih membolehkan tindakan tegas jika dilakukan pada aspek dan tempat tertentu. Prinsip ini, menurutnya, disepakati oleh semua orang.
Dia mencontohkan, ketika terjadi peperangan, penggunaan kekerasan dengan aksi saling bunuh itu diizinkan. Begitu juga saat membela diri, dan penegakan hukum yang dilakukan oleh negara.
“Jadi, Islam ini secara prinsip anti ekstrimisme dan anti kekerasan. Akan tetapi, bukan berarti sama sekali tidak ada kekerasan. Karena, nanti pada titik tertentu dibutuhkan kekerasan,” katanya saat dihubungi oleh Kiblat.net pada Kamis (18/6).
Secara paradigma umum, konsep kekerasan terbatas seperti itu dibenarkan oleh semua ideologi dan agama tidak hanya oleh Islam. Meski demikian, Islam itu sendiri saat pertama kali datang ke Indonesia dengan damai.
“Siapa yang membawa Islam itu membawa kedamaian. Tidak, orang Islam datang ke suatu tempat tiba-tiba membuat rusuh. Tidak ada sejarahnya,” terangnya.
Peneliti INSISTS ini berpendapat, Islam masuk ke Indonesia tidak ada yang melalui proses perang. Tidak juga melalui futuhat (penaklukan menggunakan militer) antar kekuasaan. Di Indonesia, Islam masuk melalui dakwah dan diislamkan oleh para dai.
“Sebetulnya, kalau bisa di Islam kan lewat dakwah sudah selesai, tidak ada persoalan. Karena, perang itu alternatif terakhir. Biasanya Nabi kalau mau menaklukan wilayah tidak ujug-ujug perang, ditawarkan dulu Islam, ‘Aslim Taslam’ kalau kalian masuk Islam kalian mendapatkan keselamatan (akhirat), kalau tidak ditawarkan membayar jizyah, terakhir baru perang,” jelasnya.
Pada masa Kerajaan Islam Demak, ujarnya, memang pernah terjadi perang dengan Majapahit, Perang itu disebut perang Paregreg. Namun, menurut dia, motifnya hanya politik bukan faktor agama.
“Sebab, pada saat itu juga Majapahit sudah banyak yang Islam. Perang itu terjadi, hanya karena ada persoalan politik yang tidak bisa diselesaikan kecuali dengan perang,” cerita Ustadz Tiar.
Jihad Bagian dari Islam
Selain itu, konsep Islam apapun yang diwacanakan tidak mungkin menolak konsep jihad. Karena, jihad merupakan bagian dari ajaran Islam yang dibutuhkan oleh manusia untuk menghentikan kejahatan dan penindasan.
Bila berkaca pada sejarah, lanjutnya, ulama-ulama yang dijadikan rujukan oleh pengusung Islam Nusantara pada zaman kolonial juga memfatwakan jihad melawan Belanda. Seperti, pada masa Pangeran Diponegoro, Sultan Agung, perang di Sumatera Barat, dan perang di Banten saat melawan VOC atau pemerintah Belanda semuanya mengunakan fatwa jihad.
“Jihad di Indonesia pernah digunakan untuk menghentikan kezaliman, sebab ketika kezaliman itu sudah menggunakan kekerasan dan fisik harus dilawan dengan fisik. Kan tidak mungkin kita mau dibunuh hanya dilawan dengan sholawatan, bakal mati. jadi mustahil,” bebernya.
Ustadz Tiar menilai, konsep jihad sudah inheren di dalam Islam untuk digunakan sesuai tempatnya. Kalau tidak digunakan sesuai tempatnya salah secara hukum. Dia mencontohkan, ketika bukan musim perang seseorang malah membuat bom. Tentu hal itu salah, bisa diadili karena tidak menggunakan kekerasan sesuai dengan tempatnya.
“Jihad itu harus ada konsepnya, sebab suatu ketika akan digunakan. Negara kita sendiri punya tentara itu namanya angkatan perang. Kalau angkatan perang itu disiapkan. Kalau tentara tidak cukup, nanti menggunakan sipil namanya wajib militer,” bebernya.
Konsep pertahanan negara seperti itu, kata Ustadz Tiar, juga sudah ada pada zaman Umar Bin Khattab radhiallahu anhu. “Pada masa itu yang berperang itu tentara. Kalau tidak cukup maka akan menggunakan sipil,” pungkas Ketua Umum PP Pemuda PERSIS itu.
Reporter: Bilal Muhammad
Editor: Fajar Shadiq
Post A Comment:
0 comments: