PARTAI KOMUNIS INDONESIA : Masih adakah komunis di Indonesia? Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah anak zaman yang sejak akhir abad XIX, melahirkan dan membawa perubahan besar dalam kehidupan ekonomi dan sosial di tanah air.
Dalam seminar bertajuk: "Mewaspadai Gaya Baru dan Bahaya Laten Komunis di Indonesia" yang digelar di Universitas Muhammadiyah (UM), Surabaya, Kamis (27/9) siang, Prof dr Zainuddin Maliki mengatakan, komunis tidak akan pernah mati dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Entah itu dalam bentuk pemikiran maupun dalam kehidupan nyata.
Komunis di Indonesia, dengan bendera PKI-nya, mampu membawa perubahan besar. Tokoh-tokoh besar seperti Amir Syarifuddin, Tan Malaka dan beberapa tokoh lainnya, yang menginginkan Indonesia merdeka 100 persen, mampu menciptakan konsep-konsep kenegaraan yang begitu luar biasa.
"Tapi, konsep-konsep ini tidak sesuai dengan Pancasila, karena tidak dilandasi oleh pemikiran agama," kata Zainuddin.
Komunis menjadi kenyataan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sejak terjadi revolusi Oktober 1917, lanjut dia, yang kemudian diikuti negara-negara Eropa Timur pasca Perang Dunia (PD) kedua.
"Akibat globalisasi, negara-negara komunis kemudian tak mampu bertahan. Medio 1991, negara faham komunis, Uni Sovyet bubar. "RRC, negara komunis yang dibangun Mao Ze Dong, meski tak ikut rontok, secara ekonomis RRC telah mengikuti dan memasuki sistem kapitalisme," terang Rektor UM tersebut.
Saat ini, faham komunis masih terus hidup. Perilaku komunis secara real, adalah para koruptor. "Sebab, apa yang diambilnya, adalah hak materi yang harus dikuasai tanpa memikirkan halal haram. Inilah yang kemudian menjadi bahaya laten yang patut diwaspadai. Karena sesungguhnya, komunis itu lahir bukan atas dasar konsep agama," tegas Zainuddin.
Dengan adanya globalisasi yang dijiwai demokratisasi dan hak azasi manusia (HAM) apa masih ada kenerasi yang bersedia menyebarkan atau bahkan dan berkorban demi komunisme? "Budaya tawuran, prilaku-prilaku menyimpang dari organisasi negara, seperti budaya korupsi, tindakan-tindakan anarkis, dan pemikiran pemikiran radikal tokoh-tokoh politik, adalah kondisi real yang sadar atau tidak, sudah mengarah pada perilaku komunis," sahut Prof Aminudin Kasdi, sejarawan asal Unesa Surabaya.
Dengan demikian, pengaruh komunis akan terus hidup, meski sekadar pemikiran. "Dalam pandangan-pandangan sosialis, sistem kapitalisme merasuk ke dalam masyarakat Indonesia, yang mendorong lahirnya kelas-kelas baru dalam masyarakat Indonesia, yaitu klas proletar, intelektual dan borjuasi Indonesia."
Lahirnya kelas proletar, menurut Aminudin, mendorong berdirinya organisasi serikat buruh. Di banyak tempat di Indonesia berdiri serikat buruh, seperti serikat buruh pelabuhan, serikat buruh kereta-api, serikat buruh percetakan dan serikat buruh di pabrik-pabrik lainnya.
Percepatan pembangunan dengan konsep-konsep politik, seperti konsep biaya sekolah gratis, kesehatan gratis, penguasaan sumber-sumber alam dan sebagainya itu, menurut Aminudin, sekali-kali bukanlah untuk memajukan Indonesia, melainkan untuk mengintensifkan penghisapan atau penguasaan terhadap rakyat Indonesia.
"Saya bukan antek-antek Orde Baru, tapi saya setuju ketika Pemerintah Orde Baru mengharamkan faham komunis di Indonesia. Karena faham ini, sesungguhnya tidak mendasarkan diri pada konsep-konsep keagamaan," tegas Aminu
Dalam seminar bertajuk: "Mewaspadai Gaya Baru dan Bahaya Laten Komunis di Indonesia" yang digelar di Universitas Muhammadiyah (UM), Surabaya, Kamis (27/9) siang, Prof dr Zainuddin Maliki mengatakan, komunis tidak akan pernah mati dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Entah itu dalam bentuk pemikiran maupun dalam kehidupan nyata.
Komunis di Indonesia, dengan bendera PKI-nya, mampu membawa perubahan besar. Tokoh-tokoh besar seperti Amir Syarifuddin, Tan Malaka dan beberapa tokoh lainnya, yang menginginkan Indonesia merdeka 100 persen, mampu menciptakan konsep-konsep kenegaraan yang begitu luar biasa.
"Tapi, konsep-konsep ini tidak sesuai dengan Pancasila, karena tidak dilandasi oleh pemikiran agama," kata Zainuddin.
Komunis menjadi kenyataan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sejak terjadi revolusi Oktober 1917, lanjut dia, yang kemudian diikuti negara-negara Eropa Timur pasca Perang Dunia (PD) kedua.
"Akibat globalisasi, negara-negara komunis kemudian tak mampu bertahan. Medio 1991, negara faham komunis, Uni Sovyet bubar. "RRC, negara komunis yang dibangun Mao Ze Dong, meski tak ikut rontok, secara ekonomis RRC telah mengikuti dan memasuki sistem kapitalisme," terang Rektor UM tersebut.
Saat ini, faham komunis masih terus hidup. Perilaku komunis secara real, adalah para koruptor. "Sebab, apa yang diambilnya, adalah hak materi yang harus dikuasai tanpa memikirkan halal haram. Inilah yang kemudian menjadi bahaya laten yang patut diwaspadai. Karena sesungguhnya, komunis itu lahir bukan atas dasar konsep agama," tegas Zainuddin.
Dengan adanya globalisasi yang dijiwai demokratisasi dan hak azasi manusia (HAM) apa masih ada kenerasi yang bersedia menyebarkan atau bahkan dan berkorban demi komunisme? "Budaya tawuran, prilaku-prilaku menyimpang dari organisasi negara, seperti budaya korupsi, tindakan-tindakan anarkis, dan pemikiran pemikiran radikal tokoh-tokoh politik, adalah kondisi real yang sadar atau tidak, sudah mengarah pada perilaku komunis," sahut Prof Aminudin Kasdi, sejarawan asal Unesa Surabaya.
Dengan demikian, pengaruh komunis akan terus hidup, meski sekadar pemikiran. "Dalam pandangan-pandangan sosialis, sistem kapitalisme merasuk ke dalam masyarakat Indonesia, yang mendorong lahirnya kelas-kelas baru dalam masyarakat Indonesia, yaitu klas proletar, intelektual dan borjuasi Indonesia."
Lahirnya kelas proletar, menurut Aminudin, mendorong berdirinya organisasi serikat buruh. Di banyak tempat di Indonesia berdiri serikat buruh, seperti serikat buruh pelabuhan, serikat buruh kereta-api, serikat buruh percetakan dan serikat buruh di pabrik-pabrik lainnya.
Percepatan pembangunan dengan konsep-konsep politik, seperti konsep biaya sekolah gratis, kesehatan gratis, penguasaan sumber-sumber alam dan sebagainya itu, menurut Aminudin, sekali-kali bukanlah untuk memajukan Indonesia, melainkan untuk mengintensifkan penghisapan atau penguasaan terhadap rakyat Indonesia.
"Saya bukan antek-antek Orde Baru, tapi saya setuju ketika Pemerintah Orde Baru mengharamkan faham komunis di Indonesia. Karena faham ini, sesungguhnya tidak mendasarkan diri pada konsep-konsep keagamaan," tegas Aminu
Post A Comment:
0 comments: